Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Diorama Semu #4

       Sementara ini aku berpindah, tak seperti biasanya, tak dengan biasanya. Ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang hilang, pergi entah kemana. Ah.. aku terlalu bodoh. Bagaimana mungkin aku bisa melalui semua ini?? Dengan siapa lagi aku berbagi cerita?? Tuhan.. tolong aku Tuhan. Aku kehilangannya. Tulisanku benar-benar berhenti ditengah, sebelum titik. Tubuhku seolah semakin terlempar jauh. Aku kehilangan temanku. Kini malamku akan semakin sepi. Kini sepiku akan semakin sunyi. Dan sunyiku akan semakin sendiri. Cahaya remang dan diorama lain tak lagi membantu, kini..        Aku mungkin bisa mencari yang lain. Aku tahu aku juga selalu memungkinkan semua ketidakmungkinan.  Tapi untuk kali ini, menggantinya adalah sebuah ketidakmungkinan yang amat diluar batas. Maka kini semua tak lagi bisa bergerak. Aku hanya bisa duduk melamun tanpa menceritakannya. Lalu apa aku akan menemukannya lagi?.. Sementara menunggu, aku hanya bisa membodoh-bodohkan diriku dan berusaha meraba lagi ingatanku,

Diorama Semu #3

       Aku berlari dengan cepat melewati puluhan anak tangga yang biasa kulalui setiap waktu beberapa bulan terakhir ini. Sejenak ku berhenti untuk bernafas. Aku menunduk dan melihat ujung-ujung kakiku menapak dengan terpaksa di permukaan lantai keramik. Aku tahu mereka juga lelah. Ku tarik napas dalam-dalam. Tak ada orang lain disana. Hanya angin yang tiba-tiba terhembus masuk melalui sela jendela. Di atas terlihat dua baris anak tangga lagi. Aku sudah di lantai 3.        Akhirnya tibalah di ruanganku. Segera kuhampiri tulisanku. Apakah mereka baik-baik saja?.. Ku dengarkan ulang kalimat-kalimat yang sempat kuperdebatkan sebelumnya. 3 kali ku membacanya. Saat aku sudah cukup tenang, aku melanjutkannya lagi. Masih dengan nuansa yang sama. Masih kawan-kawan yang kemarin. Jam dinding yang masih ber-tik-tok di atas sana, kalender yang tergantung pasrah, cahaya kecil pembentuk bayanganku, pena dan kertas suciku.        Kulantunkan lagi.. kata demi kata. Aku harus tenang. Aku harus tena

Diorama Semu #2

       Sejak saat itu masih belum berakhir.. Aku mencari-cari cahaya lain agar kalimatku tak berhenti sebelum titik. Aku melanjutkan tulisanku sambil menangis. Bukan.. bukan aku bersedih karena keadaan. Aku hanya tak percaya bisa melaluinya. Tadinya ku kira, aku tak akan bisa mendengar lanjutan ceritaku lagi.        Dari cahaya yang kutemukan tadi, terbias bayangku dengan jelas. Tanganku, tubuhku, dan penaku yang sempurna. Kumainkan bayangan jemariku dengan tempo jam dinding diatas sana. tik.. tok.. tik.. tok.. Hening malam ini telah pecah oleh suaranya. Aku terpaksa memandang ke arahnya. Kulihat sudah larut. Namun inilah yang biasanya kutunggu. Aku bisa dengan bebas memainkan khayalku, bersama mereka semua yang setia menemaniku.       Aku takut hal itu terjadi lagi. Maka kupercepat laju penaku sembari menenangkan perasaanku. Aku percaya selalu bisa melaluinya.         Aku mencari-cari hal yang lain disekitarku. Ah, ada sebuah, dengan banyak angka disana, di tembok, tergant

Senandika

       Cahaya itu berwarna Biru. Terang sekali diantara gelap. Aku berusaha menggapainya seiring dengan tanganku menari-nari di depan mataku. Membiaskan bayangan nan lembut. Tapi ia masih saja disana. Di kejauhan. Kita tak saling menghampiri, juga tak saling pergi. Biru.. Indah sekali. Bahkan disela mataku terpejam, ia masih saja tampak samar. Serasa memberi dingin dalam hangat. Tenang dalam diam..        ' Tak bisakah kau berhenti mengejarnya? '. Tidak. Atau mungkin belum. Sebenarnya.. aku tak tahu caranya. Ia terus saja membuatku ingin berlari meski aku tahu aku letih. Pernah sekali kucoba tuk bernapas. Namun suaranya memanggilku. Aku mengikutinya lagi. ' Tidak adakah cahaya lain? mengapa harus biru? ' . Karena tidak ada lagi Biru diluar sana. Langit, laut, dan dirinya. Tiada lagi selain mereka. ' Itu saja? '. Aku tak bisa menafsirkan rasa, menjabarkan cerita. Aku bukan pendongeng, hanya pengagum. Entah darimana kulihat.. Hanya saja cahaya itu membuatku sem

Diorama Semu

       Kali ini aku bermain dengan a, i, u. Huruf hidup. Huruf yang selalu ada di setiap-mu, setiap-ku, setiap-mereka. Ku biarkan saja jemariku berjalan menggerakkan pena ini dari ujung kiri ke kanan, memenuhi garis-garis yang terbaca. Kotor.. kertas yang tadinya putih nan bersih menjadi kotor karena goresanku. Namun ia tak pernah mengeluh dan memintaku menghapusnya. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan dan ia dengan-senang-hati menampungnya. Sampai lusuh. Lalu pada siapa ku berterimakasih? Mereka bahkan hanya madi. Mampu mendengar, melihat, tanpa bisa berucap. Andai kata mampu, aku ingin mereka setidaknya berkata "hay", lalu aku akan lebih bersemangat menyambung ceritaku atau puisi-puisiku. Aku mengandai pula ia benar bisa bicara dan memprotes semua tulisanku. Rasanya pasti menyenangkan. Aku jadi tak perlu was-was mencari pembaca.        Soal a, i, u-ku tadi.. aku makin menyukai huruf-huruf itu. Tulisanku menjadi lebih bernyawa karena mereka. Senandung batinku tersampaik

Lalu Aku

Kau kah itu? Semenjak tiada Kuraba lagi nada-nadamu Kudengar lagi kata-katamu Aku kah itu?.. Tak pernah bisa ku mengerti semua pertanda Tiada sanggup lagi ku berlari terlalu jauh, Terlalu lama Sungguh sukar hati berkata bukan Lebih-lebih sama, Seperti mencari pasti lewat frasa; Tuk membuktikan Seolah sudah ku lupa dalamnya telaga Seolah buta apa itu cinta.. Maka ingin sekali pergi dari sepi Ku tunjukkan rupa cerita Namun di nyata.. Aku tak tahu mengucap bagaimana Bukankah salah Tuhan mencipta? Jika sampai ini saja ujungnya Lalu haruskah ku menyela kuasaNya? Karena terlalu larut dalam rasa Yang dicari Yang dinanti Yang diandaikan Seribu tanyaku yang tak pernah sampai Kau, Dirimu, lalu Aku 'Bisu'...

Lihat

Ada langit malam Maka ada bintang sonder mendung Yang tampak di mata Maka adalah yang paling terang Lebih dari satu atau dua bahkan sejuta Anteng di tempat masing-masing Sumbang cahaya sumbang warna Gelap jadi tak suram Malam jadi tak kelam Terang disini terang disana Lihat, mereka terlihat diam Sesungguhnya mereka berjalan Berputar di jalur orbitnya Mereka tak bohong Agaknya tampil baik dari jauh Sedihnya, Yang terterang tak mampu membantu yang redup Tuan sudah tahu Takdir sudah jadi itu Tiada cemas meski sendiri Kerana bintang tetaplah bintang Tetap jua saling dipuja - Arjuna, 22/01/16

Dalam Mimpi Mencari Arti

Ketika kelam dalam derau Mencari arti.. Menunggu sunyi.. Banyak wajah tak bersuara Banyak tubuh tak bernama Namun terdengar mereka riuh dalam samar Lalu bertanya pada siapa sebenarnya Ketika gemercik dalam elegi Menjemput duka.. Menyimpan cerita.. Datang dari yang biasa dikenang Datang membunuh 'harapan' Hingga terlihat mereka berjalan tanpa waktu Sampai berhenti dan berganti baru Kalau saja ada yang tahu Jawaban diatas pertanyaan Maksud dari tanda yang di-mungkinkan Jika saja ada yang cepat sadar Ini itu pula disana adalah mimpi Kan terjadi saat dikehendaki Bangunlah..