Postingan

Menampilkan postingan dengan label Prosa

Its you.

Gambar
You are a thousand colours of my red green blue Each line of my old paper book A shadow in every steps my shoe A melody of every rhyme I took You are my way to happiness I through You; all I need to There is nothing I do But I love you. and I said; 'its only, you'. - for you, the one whom I really want to stay. You right! I feel it too.

Semesta Bercerita

Gambar
Image: Favim Mawar merekah merah Di sisi dunia yang belum kau sapa Membawa serta nuansa pada angin yang mencumbu mesra; dingin Jauh terbang daun-daun kering. Sebuah perjalanan panjang; batin. Mengharap sejenak singgah pada belahan waktu lain. "Akankah kau masih di sana?" Tanya suara itu menggema. Semesta yang mengajarkan semuanya: Tentang kepergian dan kembali pulang, Tentang pertemuan atau perpisahan pun tentang segala indah dan buruk rupa yang tampak di mata. Banyak cerita yang belum kau baca, kau dengar dariku pula. Sementara maya dan nyata berjalan beriring Sebab yang kau kata sebelumnya tak kunjung tiba seutuhnya. Bahkan semakin hilang kemana mencipta jarak antara ruang. Ingatlah bahwa; Semua mungkin tampak seperti seharusnya. Mawar yang indah bisa saja berdusta, Daun-daun kering telah rela terasing, dan Lily yang suci tak pernah ingkar janji; Ia disini. Ingatlah bahwa; Namamu masih ada. Malang, 17 September 2017 Untukmu, yang semak

Aku; Mati

Gambar
Image: peakpx.com Perkenalkan aku adalah sebuah benda mati. Tak bisa berbicara, tak mampu bersuara, tak punya daya meraih apa saja. Aku sebuah benda mati. Berharap ada yang peduli, Meski benar tak pantas aku untuk dicintai. Sebuah benda mati yang turut mengikuti kemana langkahnya pergi. Terasa berharga; Nyatanya tergeletak tak terjamah bila datang manusia lainnya. Benda mati. Memandang tanpa selalu dipandang, Menunggu tersentuh walau sedikit waktu. Sedikit sempat. Mati. Berarti tak sanggup lagi mencari. Terpaksa bertahan tenggelam dalam genggamnya. Mau tak mau menerima perih dibuatnya. Membiaskan; Apapun yang ia anggap baru. Lebih jauh, ia tak butuh. Malang, 20 Agustus 2017 Dalam lelah, jutaan pertanyaan, menunggumu.

Menunggu

Nadiku berdetak Mengiringi setiap detik waktu di antaramu Menunggu, Sebuah temu; cerita-cerita baru yang terpatri megah Harapan; walau sebagian besar tertimbun kegundahan Atas sebuah rindu, yang tak henti menjajah perasaan. Sadari selama kau di sini, Ada banyak lembah yang menutupi indahnya Ratusan kilometer jalanan yang mangharap tamunya Biru laut dengan misteri di baliknya Pun bintang-bintang yang tetap setia bersama gelapnya Menunggu ditelusuri; menunggu kita Karena itu, aku membutuhkanmu. Malang, 3 Juli 2017 Untuk awal sebuah perjalanan.

ANGIN

      Angin. Angin yang membuat hujan menjadi tak biasa. Tak ubahnya dirimu. Angin menyulap rintik yang sendu menjadi kucuran ganas. Angin membuat teori hujan yang sederhana menjadi lebih rumit. Angin pula yang mendorong kegembiraan di bawah hujan menuju sebuah ketakutan.       Semua tahu betul, Angin tak selalu kencang dan hujan tak selalu deras. Namun setiap datangnya mereka berdua bersama, akan muncul kilatan dilema diantaranya. Haruskah bahagia atau merana.       Hadirmu. Hadirnya angin dalam hujan tak pernah diharapkan namun begitu dirindukan. Miris. Ironis. Andaikata angin tak pernah mencampuri dunia hujan, tak akan ada keterikatan diantara mereka. Tak perlu ada dilema yang merusak sebuah cinta.       Hujan dan kesendirian sudah begitu menyenangkan. Begitu damai nihil rasa takut. Tak ada rasa rindu dan sakit. Adalah hujan itu yang diharapkan. Hujan yang semestinya. Hujan biasa. Tanpa Angin. Tanpamu.

Batin

       Gelap.. sepi.. dingin.. dan aku sendiri. Bukankah seharusnya aku menyukainya? Menyukai kesempatan itu. Tapi kali ini tidak. Aku ketakutan.        Hanya tersisa ragaku disana. Batinku sudah melayang jauh mencari peraduan. Semua yang aku takutkan adalah aku tak bisa melihatnya lagi. Aku, seorang pengandai dan pemimpi, dan yang terburuk, pengagum. Kisah macam apa yang patut dibanggakan dari seorang pengagum? Tidak ada. Aku hanya akan selalu menyendiri, mencari tempat sepi, menunggang khayalan tingkat tinggi, seperti itu. Setiap ingat bahwa aku (masih) menjadi penggemar setianya. Semua tahu itu bukan waktu yang sebentar. Semua mengingatkan untuk menghindar. Tapi dimanakah tempat untuk memenjarakan perasaan?        Kali ini gelap yang kutemui sangatlah menyeramkan. Aku ingin lari, tapi aku harus berhenti. Lari tak akan menghapuskannya. Namun, berhenti mungkin mempu meredam. Aku harus memaksakan otakku memutar ulang semua memory selama bersamanya. Aku harus rela kesakitan menah

Ironi Saat Ini

       Saat ini kamu sudah pecah. Pecah karena seseorang itu tak berhasil menjagamu dengan baik. Yaa semua tahu ada kemungkinan kamu bisa direkatkan lagi satu per satu. Tapi siapa yang tahu pecahan-pecahan kecilmu tersebar ke sudut mana. Ke bawah  ranjang yang gelap, ke sudut almari, atau bahkan mungkin terbawa debu lain saat ibu menyapu. Mereka tak bisa melihat kamu ada di sebelah mana sekarang. Bagian yang sangat kecil itu mungkin tidak berharga sama sekali, tapi kamu tetap akan berbeda tanpa bagian itu. Kamu bukan lagi kamu yang dulu ataupun sekarang. Kamu akan berubah menjadi wajah baru. Benar benar baru.        Lalu bagaimana seseorang itu nanti menemuimu? Bayangkan saja dia datang dengan senyumnya yang selalu ia ciptakan itu. Dia tak akan lagi menanyakan 'bagaimana harimu' karena sekian jarak ini. Dia akan mengubahnya dengan 'apa kabar?'. Itupun jika dia masih mengingat wajahmu dengan pasti. Nun kenyataan wajahmu telah berbeda. Lalu apa yang perlu kamu perbuat?

Putih

       Dahulu, ada seseorang yang telah lahir lebih dulu. Melihat dan merekam, menggambarkan semua isi kepalanya lewat kumpulan kata.        Belasan tahun sesudahnya, ada seseorang yang lahir setelahnya. Dia tak tahu apa-apa sampai bertemu dunia-dunianya. Dia tak pernah mengira bahwa warna putih bisa membias menjadi pelangi. Dia baru pula tahu bahwa setiap warna itu memiliki cerita.        Bertemulah dia dengan satu warna indah. Kadang, dia masih kebingungan menamai warna itu. Warna indah yang bisa tiba-tiba berubah menjadi menyedihkan, bukannya membahagiakan.        Belakangan, dia tahu dari orang-orang, mereka sering menyebut warna itu 'cinta'. Dia semakin dibingungkan dengan apa yang baru dia ketahui. Terkadang dia bahagia akan hal itu, terkadang dia muak. Dia semakin banyak merenung. Memikirkan semua-semua itu, sendiri.        Kini, Dia, seseorang-yang-lahir-belakangan itu, bertemu dengan warna lain bernama 'pilihan'. Warna itu begitu terang dan berani. Dia

Renjana

       Hening.. masihkah ada suaraku terdengar? Sepertinya semakin hening. Hanya mengandai.. aku hanya mengandai saat itu tiada kutemui dirimu. Tahukah kau aku mengingat setiap detiknya.. semuanya! Kini aku berusaha mengeja kata m e n g a p a. Mengapa kala itu kau berbicara di depanku? Mengapa kala itu kau hadir mengagumkanku? Mengapa sampai hati ku mempertahankan rasaku hingga kini? Siapa yang tahu. Kita sama-sama punya kisah, tapi saling memendamnya. Kita saling berbagi, tanpa menjabarkannya. Mengaku butuh, tapi tak selalu mengadu. Siapa yang tak salah menilai..        Jadilah rasanya sudah tak mampu menyimpan rindu kian mendalam. Saat hanya beberapa waktu bahkan tak melihat namamu. Rasanya sayu. Semu. Mengenang sebuah bayangan. Menunggu sebuah ke-fiksi-an. Kini, kau perlu tahu kini, saat tanpa hadirmu, pagi tak sedingin dahulu. Yang kata mereka hujan membawa kenangan, tanpamu, bagiku hujan membawa kesedihan. Sedih karena pernah kulalui itu denganmu dan kini tak lagi.     

Sekali Lagi Aku

       Masih ada tersisa dari beberapa detik yang lalu. Masih ada gelap yang menemaniku, memikirkan tentang memori selama aku mengenalmu. Aku, telah pernah berusaha menjadi seperti seseorang yang lebih pantas kamu idam-idamkan. Aku, telah pernah mencoba merubah diriku sebaik mungkin agar selalu baik dimatamu. Bahkan mungkin kamu perlu tahu, Aku, juga telah susah payah mencari alat untuk menghapusmu sementara dari hidupku~        Selama ini, waktu yang kian bertambah dari sejak pertama aku mengenalmu, aku merasa sakit, alergi, demam, dan tak punya daya. Yang pada awalku masih bersih mengkilat untuk sanggup dengan lancar merefleksikan sebuah bayang, kini retak-retak. Karena tanpa sengaja kamu membantu merusaknya secara perlahan. Aku memang benda mati yang tak mampu mengutarakan isi hati. Ya, aku juga punya hati. Bagian itu yang paling krusial di tubuhku. Bagian yang tak luput dari-tentangmu. Bagian yang pertama kali kamu sentuh saat menatapku. Kini, aku tahu kamu sudah menemukan sesu

Senandika

       Cahaya itu berwarna Biru. Terang sekali diantara gelap. Aku berusaha menggapainya seiring dengan tanganku menari-nari di depan mataku. Membiaskan bayangan nan lembut. Tapi ia masih saja disana. Di kejauhan. Kita tak saling menghampiri, juga tak saling pergi. Biru.. Indah sekali. Bahkan disela mataku terpejam, ia masih saja tampak samar. Serasa memberi dingin dalam hangat. Tenang dalam diam..        ' Tak bisakah kau berhenti mengejarnya? '. Tidak. Atau mungkin belum. Sebenarnya.. aku tak tahu caranya. Ia terus saja membuatku ingin berlari meski aku tahu aku letih. Pernah sekali kucoba tuk bernapas. Namun suaranya memanggilku. Aku mengikutinya lagi. ' Tidak adakah cahaya lain? mengapa harus biru? ' . Karena tidak ada lagi Biru diluar sana. Langit, laut, dan dirinya. Tiada lagi selain mereka. ' Itu saja? '. Aku tak bisa menafsirkan rasa, menjabarkan cerita. Aku bukan pendongeng, hanya pengagum. Entah darimana kulihat.. Hanya saja cahaya itu membuatku sem