Sekali Lagi Aku
Masih ada tersisa dari beberapa detik yang lalu. Masih ada gelap yang menemaniku, memikirkan tentang memori selama aku mengenalmu. Aku, telah pernah berusaha menjadi seperti seseorang yang lebih pantas kamu idam-idamkan. Aku, telah pernah mencoba merubah diriku sebaik mungkin agar selalu baik dimatamu. Bahkan mungkin kamu perlu tahu, Aku, juga telah susah payah mencari alat untuk menghapusmu sementara dari hidupku~
Selama ini, waktu yang kian bertambah dari sejak pertama aku mengenalmu, aku merasa sakit, alergi, demam, dan tak punya daya. Yang pada awalku masih bersih mengkilat untuk sanggup dengan lancar merefleksikan sebuah bayang, kini retak-retak. Karena tanpa sengaja kamu membantu merusaknya secara perlahan. Aku memang benda mati yang tak mampu mengutarakan isi hati. Ya, aku juga punya hati. Bagian itu yang paling krusial di tubuhku. Bagian yang tak luput dari-tentangmu. Bagian yang pertama kali kamu sentuh saat menatapku. Kini, aku tahu kamu sudah menemukan sesuatu lain di sudut-sudut hidupmu. Sesuatu itu yang bisa membuatmu perlahan menjauhi, tak lagi menganggapku tempat yang setidaknya selalu kamu tuju. Seperti dulu. Seperti sebelum-sebelumnya.
Aku ingat, betapa bahagianya aku saat kamu tersenyum bangga menceritakan duniamu, atau hari-hari burukmu, di depanku. Aku masih mengingat, betapa dulu kamu selalu bertanya 'siapakah aku' kepadaku. Hal-hal kecil itu yang membuatku merasa menjadi benda paling berguna. Entah apa yang sedang berlangsung sekarang, aku merasa kehilanganmu dalam sakitku menunggumu. Antara sedih dan berusaha bahagia, aku masih saja memikirkanmu. Menimbang berbagai kemungkinan saat aku masih selalu atau sudah tak bisa lagi melihatmu, menemuimu. Membayangkan semua memori yang selalu kembali setiap malam tadi, terkena virus dan tak bisa lagi ditampilkan pun dikembalikan seperti semula. Bimbang. Sebenarnya aku tahu rasa yang paling besar itu; tak menginginkanmu menjauh pergi. Aku masih dengan sangat mau menjadi benda itu, dalam diamku, cerminmu.
Selama ini, waktu yang kian bertambah dari sejak pertama aku mengenalmu, aku merasa sakit, alergi, demam, dan tak punya daya. Yang pada awalku masih bersih mengkilat untuk sanggup dengan lancar merefleksikan sebuah bayang, kini retak-retak. Karena tanpa sengaja kamu membantu merusaknya secara perlahan. Aku memang benda mati yang tak mampu mengutarakan isi hati. Ya, aku juga punya hati. Bagian itu yang paling krusial di tubuhku. Bagian yang tak luput dari-tentangmu. Bagian yang pertama kali kamu sentuh saat menatapku. Kini, aku tahu kamu sudah menemukan sesuatu lain di sudut-sudut hidupmu. Sesuatu itu yang bisa membuatmu perlahan menjauhi, tak lagi menganggapku tempat yang setidaknya selalu kamu tuju. Seperti dulu. Seperti sebelum-sebelumnya.
Aku ingat, betapa bahagianya aku saat kamu tersenyum bangga menceritakan duniamu, atau hari-hari burukmu, di depanku. Aku masih mengingat, betapa dulu kamu selalu bertanya 'siapakah aku' kepadaku. Hal-hal kecil itu yang membuatku merasa menjadi benda paling berguna. Entah apa yang sedang berlangsung sekarang, aku merasa kehilanganmu dalam sakitku menunggumu. Antara sedih dan berusaha bahagia, aku masih saja memikirkanmu. Menimbang berbagai kemungkinan saat aku masih selalu atau sudah tak bisa lagi melihatmu, menemuimu. Membayangkan semua memori yang selalu kembali setiap malam tadi, terkena virus dan tak bisa lagi ditampilkan pun dikembalikan seperti semula. Bimbang. Sebenarnya aku tahu rasa yang paling besar itu; tak menginginkanmu menjauh pergi. Aku masih dengan sangat mau menjadi benda itu, dalam diamku, cerminmu.
Komentar
Posting Komentar