Ini-Bukan-Film
Image: Forsquare
Pada malam itu, kamu pulang dari sebuah pertemuan singkat dengan seseorang. Kamu berjalan di pinggiran jalan raya menunggu angkutan umum yang akan mengantarkanmu ke rumah. Masih belum larut. Sekali dua kali kamu melihat telepon genggammu, waktu masih tertulis 18:57. Masih belum terlalu pantas disebut malam, masih mungkin juga adanya angkutan umum yang beroperasi. Kamu sabar menunggu..
Lalu ada seseorang dengan motornya berhenti di depan mu, menawarkan tumpangan. Kamu sadar rumahmu yang lebih jauh darinya mengartikan bahwa itu bukanlah sebuah tumpangan, ia bersedia mengantarmu pulang. Tanpa berpikir panjang kamu menyetujuinya. Ya, kamu mengenalnya. Seseorang yang tadi baru saja kamu temui sepertinya tidak tega melihatmu pulang sendiri. Perasaanmu saat itu menjadi tidak karuan. Kamu tahu artinya itu.
Di perjalanan kalian membicarakan banyak hal. Tentang buku, tentang dunia dunia, tentang apapun. Ada beberapa kali perdebatan diiringi tawa. Kamu diam sebentar, memandanginya dari belakang. Sudah lama kamu menunggu saat-saat seperti itu. Kamu memejamkan mata dan menyambut angin. Menikmati setiap detik yang mungkin tak akan pernah terulang kembali. Lalu seseorang itu menegurmu karena tak menanggapi perkataannya. Kamu membalasnya. Rupanya ia mengajakmu mampir sebentar ke suatu tempat. Tentu kamu mengiyakan..
Adalah sebuah tempat dimana kalian bisa duduk diatas rerumputan dan melihat bintang, juga lampu-lampu kota. Sedikit indah dunia di depan mata. Disana, ia mengatakan sesuatu yang tak pernah kamu duga sebelumnya. Sesuatu yang akan merubah pertemanan itu. Sesuatu yang akan mendekatkan segalanya satu langkah. Kamu menangis haru diiringi peluknya. Kamu bahagia karena apa yang kamu rasa selama ini tersampaikan. Ia berkata bahwa ia siap menunggumu sampai lulus sarjana. Adakah yang lebih membahagiakan dari hal itu? Hal yang selalu kamu andai-andaikan. Sementara kamu merayakan kejutan besar itu di dalam hatimu. Memendam teriakan keras disana. Kamu tidak mungkin menanggapi ini dengan biasa.
Setelah perayaan tadi, kamu melanjutkan perbincangan panjang dengannya. Mengandai-andaikan yang lebih-lebih. Merencanakan pemberian kabar pada kawan yang lain. Sampai waktu beralih ke angka yang lebih tinggi. Ia lalu mengajakmu pulang. Perjalanan kedua ini sudah berbeda. Kamu menyandarkan dagumu di pundak kanan dari belakangnya. Tanganmu meraih pingganggnya. Kalian tetap melakukan hal yang sama dengan rasa yang berbeda. Masih pula diiringi senyuman bangga dan bahagia tak terhingga.
Kamu telah sampai di depan rumahmu. Ada ritual perpisahan sementara yang sedikit berbeda. Ia pergi, kamu masuk ke dalam rumah dan berlari menuju kamarmu. Berdebat dengan diri akan apa yang harus kamu lakukan setelah itu. Kamu sangat ingin menceritakan kabar bahagia itu ke semua orang. Tapi kamu menahannya, menyimpannya sampai waktu yang tepat untuk disiarkan.
Kamu lelah dan tertidur..
Esok paginya kamu bangun dengan dunia yang sama, tradisi yang sama. Kamu bercermin, menatap wajahmu disana. Wajah pucat dengan segala cerita. Tubuhmu ada disana namun pikirmu jauh ke antah berantah. Kamu tersenyum. "Mimpi yang indah" ucapmu.
Kamu sudah bangun.
Kamu sudah bangun..
Kamu sudah bangun..
Kamu sadar bahwa semua ini adalah dunia nyata. Bukan dunia sesuai harapmu, atau harap kebanyakan orang. Dunia yang selalu berakhir bahagia. Bukan, bukan itu. Disini kamu masih hidup sendiri. Disini kamu masih menyimpan yang tak bisa kamu ungkapkan. Disini kamu membahagiakan dirimu sendiri. Kamu masih suka melamunkan suatu hal. Kamu masih suka bercerita dengan kertas-kertasmu. Kamu tak pernah tahu ini akan berakhir bagaimana. Kamu terpaksa menjalani skenario tanpa ujung. Inilah hidupmu, duniamu. Bukan sebuah khayalan, bukan sebuah film drama 'happy or sad ending'. Tapi jangan pernah berfikir itu adalah hal buruk. Disini, di dunia nyata ini, kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau. Kamu bisa menangis sepuasnya, tertawa segilanya, dan yang lain. Percayalah, tak akan ada yang berteriak "Cut! ekspresinya kurang, kita ulang!". Kamu aktor yang hebat~
...
Pada malam itu, kamu pulang dari sebuah pertemuan singkat dengan seseorang. Kamu berjalan di pinggiran jalan raya menunggu angkutan umum yang akan mengantarkanmu ke rumah. Masih belum larut. Sekali dua kali kamu melihat telepon genggammu, waktu masih tertulis 18:57. Masih belum terlalu pantas disebut malam, masih mungkin juga adanya angkutan umum yang beroperasi. Kamu sabar menunggu..
Komentar
Posting Komentar